CYBERKRIMSUS.WEB.ID
BITUNG | Suasana haru dan kekecewaan masih terasa di rumah keluarga korban kecelakaan yang terjadi di depan Pasar Jajan Bitung beberapa waktu lalu. Dua bocah perempuan, masing-masing berusia 13 dan 12 tahun, menjadi korban tabrakan maut antara sepeda motor yang mereka kendarai dengan mobil Grand Max hitam milik sopir dealer Yamaha Bitung.
Meski keduanya berhasil selamat, luka fisik dan trauma mendalam masih membekas. Pihak keluarga pun mengaku belum menerima tanggung jawab sepenuhnya dari pemilik kendaraan.
“Waktu masih di rumah sakit memang sempat ditanggung asuransi. Tapi setelah pulang, biaya perawatan lanjutan kami tanggung sendiri. Anak-anak belum bisa sekolah, kami sudah tidak sanggup lagi,” ungkap Romi Usman, ayah salah satu korban dengan nada haru.
Berdasarkan informasi yang dihimpun tim investigasi SIDIK KRIMSUS, kecelakaan tersebut terjadi pada Sabtu, 20 September 2025, sekitar pukul 13.25 WITA. Saat itu, mobil Grand Max sedang mengangkut beberapa unit sepeda motor dari salah satu dealer Yamaha menuju arah Manado.
Tepat di depan Pasar Jajan, kendaraan tersebut bertabrakan dengan sepeda motor Mio merah yang dikendarai dua anak di bawah umur. Benturan keras membuat keduanya terpental ke aspal dan mengalami luka serius di bagian kepala dan tubuh.
Namun yang paling disesalkan pihak keluarga bukan hanya peristiwa kecelakaan itu sendiri, melainkan dugaan adanya keberpihakan dalam penanganan kasus, yang membuat mereka merasa tidak mendapatkan keadilan sebagaimana mestinya.
Ketua Ratu Prabu Center 08 Sulawesi Utara, Ustadz Adrianto Kaiko, turut menyuarakan keprihatinan atas dugaan tersebut.
“Kalau benar ada perlakuan yang tidak adil, ini bukan sekadar pelanggaran etika, tapi juga pengkhianatan terhadap rasa keadilan masyarakat. Apalagi korbannya anak-anak — seharusnya dilindungi, bukan diabaikan,” tegasnya.
Ia juga menyerukan agar pihak berwenang meninjau kembali proses penanganan kasus ini secara transparan, agar kepercayaan publik terhadap hukum dan aparat di Bitung tidak luntur.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULAJ), disebutkan bahwa pengemudi dan pemilik kendaraan wajib bertanggung jawab atas kerugian korban kecelakaan (Pasal 231 ayat 1).
Selain itu, Pasal 310 ayat (3) dan (4) menegaskan ancaman pidana hingga 10 tahun penjara bagi pelaku yang menyebabkan luka berat atau meninggal dunia akibat kelalaiannya di jalan raya.
Tak hanya itu, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juga mengatur sanksi tegas terhadap setiap bentuk kelalaian yang mengakibatkan anak mengalami cedera serius.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak keluarga masih menanti kejelasan tanggung jawab dari sopir dealer Yamaha Bitung serta berharap adanya penegakan hukum yang adil dan transparan tanpa keberpihakan.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya profesionalitas dan keadilan dalam penegakan hukum, terutama ketika menyangkut korban anak di bawah umur — yang semestinya mendapat perlindungan penuh dari negara. RED